PROSPEK PEMANFAATAN BIOPESTISIDA DALAM PENGENDALIAN OPT
Penggunaan Pestisida kimia sangat marak karena cara pengaplikasiannya yang mudah dan dianggap efektif dalam membunuh OPT. Pestisida sintetis memang efektif menekan kehilangan hasil, namun memberikan dampak yang buruk terhadap lingkungan jika aplikasinya melewati ambang kewajaran dari pedoman yang dianjurkan yaitu waktu penggunaan yang tidak tepat, dosis yang berlebihan, dan cara penggunaan yang keliru. Dampak yang ditimbulkan adalah terjadinya resistensi, rejurtensi, meningkatnya serangan hama sekunder, memusnahkan hamper 50% srangga hama dan 70% serangga yang berperan sebagai musuh alami, serta menimbulkan kerusakan lingkungan dan kesehatan manusia.
Dilihat dari dampak negative penggunaan pestisida kimia maka perlu dikembangkan suatu alternative Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang mengarah pada pengendalian hama terpadu (PHT) yang lebih rama lingkungan yaitu pestisida nabati dan pestisida hayati.
Biopestisida Sebagai Alternatif pengendalian OPT
Biopestisida yang biasa disebut pestisida organic merupakan cara pengendalian OPT dengan kandungan senyawa nonsintetik. Penggunaan pestisida organic lebih menjamin keamanan ekosistem. Dengan mengaplikasikanpestisida organic, hama hanya akan terusir dari tanaman tanpa membunuhnya, misalnya hanya menghentikan nafsu makan serangga. Penggunaan pestisida organic juga dapat mencegah lahan pertanian menjadi keras. Pestisida organic berdasarkan bahan baku terbagi atas pstisida nabati yang berbahan dasar tumguhan dan pestisida hayati yang bahan pembentuknya bukan tanaman.
Pestisida Nabati
Tanaman yang mempunyai potensi sebagai tanaman anti hama memenuhi kriteria : (1) umumnya tanaman tahunan; (2) bukan tanaman inang atau sumber pakan hama lain; (3) memiliki kegunaan lain selain sebagai pestisida alami dan (4) bahan anti hama dapat diambil tanpa mematikan tanaman yang bersangkutan.
Di Indonesia terdapat lebih dari 100 jenis tumbuhan yang mengandung bahan pstisida antara lain tanaman srikaya (Annona grabra dan Annona squamosal), tanaman bengkuang (Pachyrhizus qerosus URB), bunga pyrethrum (chrysanthemum cinerariefolium), dan tanaman atau akar tuba (Derris elliptica Benth). Sedangkan tanaman yang prospek dikembangkan sebagai pestisida ada pada tanaman dengan family Meliaceae (Mimba), Annonaceae (sirsak), Rutaceae, Asteraceae, Labiateae dan Canellaceae.
Pestisida nabati dapat berasal dari bahan aktif tunggal atau majemuk. Cara kerjanya dapat berfungsi sebagai penolak, penarik atau antifertilitas (pemandu) (Ware, 1982;1983)
Pestisida nabati bersifat mengurangi serangan OPT, sehingga tidak akan membunuh predator alami hama tersebut. Cara kerjanya adalah mengusir hama dengan kandungan zat kimia tertentu atau dengan cara menghilangkan nafsu makan hama. Pestisida nabati terbuat dari bahan alami sehingga mudah terurai (biodegradable) di alam atau tidak mencemari lingkungan dan hasil panennya relative aman dikonsumai manusia dan ternak karena karena residu yang dihasilkan mudah hilang bersamaan dengan matinya hama.
Ciri khas pestisida nabati adalah (1) bahan baku cukup tersedia, berkualitas, kuantitas dan kontinuitas terjamin; (2) mudah dibuat ekstrak dengan cara sederhana sehingga dapat dibuat dengan kemampuan dan pengetahuan terbatas; (3) kandungan senyawa pestisida harus efektif pada kisaran 3-5% bobot kering bahan; (4) selektif; (5) bahan yang digunakan bias dalam bentuk segar/kering; (6) efek residunya singkat tapi cukup lama efikasinya; (7) sedapat mungkin pelarutnya air (bukan senyawa sintetis); (8) budidayanya mudah dan tahan terhadap kondisi suhu optimal; (9) tidak menjadi gulma atau inang hama penyakit lain dan (10) bersifat multiguna.
Pestisida Hayati (Biologi)
Pestisida hayati berasal dari makluk hidup yakni diantaranya adalah jamur, virus dan bakteri. Penggunaan pengendalian hayati umumnya beresiko kecil, tidak mengakibatkan kekebalan atau resurgensi, tidak membahayakan kesehatan manusia maupun lingkungan, dan tidak memerlukan banyak input luar. Pengendalian secara terpadu diharapkan dapat mengganggu siklus hidup OPT
Salah satu organisme yang berfungsi sebagai pengendali hayati adalah Virus Nuclear Polyhedrosis (NVP) yang mampu menekan populasi hama Spodoptera exigua yang menginfeksi alat pencernaan hama Spodoptera. Selain itu ada juga jamur Trichoderma Sp yang mampu menekan populasi jamur Fusarium sehingga pertumbuhannya terhambat. Umumnya habitat hidup mikroorganisme pengendalian hayati ada di dalam tanah, yakni disekitar akar (rizosfir) atau diatas daun, batang, bunga dan buah.
Deecy Junitha Kemur ( PP Madya Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura)
Sumber : Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementan